WISATA TIRTA ROGGOJALU
Wisata Tirta Ronggojalu, Tegalsiwalan tak pernah benar-benar jadi wahana yang ramai dikunjungi orang. Namun, ia juga belum mati. Bagaimana kondisinya sekarang ?. Pada tanggal 4/10/10 siang sekelompok pemuda asal Sumbertaman Kota Probolinggo tampak bersemangat mendatangi lokasi wisata tirta Ronggojalu, Kecamatan Tegalsiwalan, Kabupaten Probolinggo.
Sekitar pukul 11.40 tujuh pemuda itu sampai di lokasi wisata air tersebut. Usai memarkir motor di depan pintu masuk, sekawanan pemuda tersebut langsung membeli karcis masuk ke wisata tirta tersebut.
Baru beberapa kali melangkahkan kaki dari pintu masuk, ada yang menarik perhatian mereka. “Ternyata kolam renang di sini sudah rampung. Lumayan cepat pengerjaannya. Terakhir, 2 bulan lalu saya ke sini masih belum apa-apa. Eh sekarang selesai,” kata Faiz, salah seorang dari 7 pemuda itu.
Keberadaan kolam renang ini memang menarik perhatian pengunjung. Selain baru, letak kolam renang tersebut berada persis setelah pintu masuk. Luas kolam lumayan besar. Kira-kira 4X lebih luas dibanding yang ada di lokasi wisata pantai Bentar sekarang. Kolam itu rencanannya disekat menjadi 2 bagian. Sebelah utara untuk orang dewasa dengan luas 440 m dan sebelah selatan untuk anak-anak seluas 134 m.
Namun sayang, siang kemarin kolam tersebut masih belum bisa dipakai jebar-jebur. Sebab, kolam yang dibangun dengan biaya APBD 2009 sekitar Rp 355 juta itu belum ada airnya. Kepala Disbudpar Tutug Edi Utomo mengatakan, kolam itu memang masih belum dibuka untuk umum.
Dalam jadwalnya kolam renang itu baru rampung Desember mendatang. “Namun karena ada urusan teknis, pemborong mempercepat pembangunan kolam mini,” katanya. Dijelaskan Tutug, kolam renang tersebut rampung persis H-4 Lebaran.
Karena itu pada saat Lebaran lalu kolam renang tersebut sempat dimanfaatkan. “Saya dapat kabar dari kepala Dinas PU Cipta Karya Prijono kalau ternyata kolamnya sudah siap dan bisa digunakan untuk pelayanan pengunjung sewaktu Lebaran,” beber Tutug.
Namun karena jadwal semula kolam itu ditarget rampung Desember, Pemkab masih belum menyiapkan sarana penunjang kolam. Misalnya, pompa air. “Karena kami ingin memanfaatkan momen lebaran untuk menarik pengunjung, jadi kami manfaatkan kolam tersebut. Kami sewa pompa air petani bawang setempat,” beber Tutug.
Nah, karena sekarang pengunjung sudah normal kembali, kolam tersebut untuk sementara dibiarkan kosong, sampai menunggu penyerahan dari PU Cipta Karya dan pengadaan pompa air. Karena tak bisa memanfaatkan kolam tersebut, terpaksa Faiz dan kawan-kawan mandi di sumber air. “Sebenarnya kami ingin memerawani kolam tersebut. Tapi, karena belum jadi ya terpaksa seperti yang dulu-dulu, mandi di sumber,” kata Faiz
Faiz dan kawan-kawan pun siang itu langsung menuju ke sumber air yang terletak di bagian belakang tempat wisata. Tujuh insan tersebut langsung menuju ke anjungan yang terbuat dari besi. Sesampai di anjungan, mereka langsung melucuti pakaian lalu langsung mencebur ke sumber air yang cukup dalam.
Fariz dan kawan-kawan memang sudah biasa meluangkan waktu di Ronggojalu. “Biasanya sih dua bulan sekali atau bisa lebih. Ya tergantung, kalau sedang ingin hiburan ya ke sini,” katanya. “Biasanya sama teman perempuan Mas, tetapi karena sekarang sedang jomblo semua ya lanangan saja.
Tetapi tetap enak,” celetuk Rofik, salah satu teman Fariz yang saat dikonfirmasi Radar Bromo tinggal mengenakan pakaian dalam warna merah jambu itu. Siang itu tidak hanya Faiz dan kawannya yang mandi di sumber air. Beberapa pengunjung lain nampak menikmati segarnya air dari sumber Ronggojalu. Mulai dari beberapa keluarga, sampai beberapa rombongan remaja.
Meski siang itu cukup ramai, namun Nur Rokhmat, koordinator lapangan Ronggojalu menjelaskan jumlah pengunjung yang terdeteksi oleh pihak dinas selaku perawat Ronggojalu hanya separonya saja. Sebagian besar, pengunjung yang siang itu memanfaatkan indahnya wisata Ronggojalu tidak masuk melalui pintu utama yang telah disediakan.
Sebagian di antaranya memilih masuk lewat belakang dan pintu samping milik PT Kertas Leces. “Ramainya di Ronggojalu itu sama saja dengan sepinya di Bentar. Setiap harinya paling antara 30-60 pengunjung.
Cuma Hari Raya kemarin pengunjung meningkat sampai 256 orang. Itu karena kolam renang dipakai sementara. Kadang-kadang mesti ramai di dalam, belum tentu yang tercatat di buku kami juga banyak. Karena ada pengunjung yang lewat belakang,” beber Nur Rokhmat.
Bagian belakang Ronggojalu yang berbatasan dengan sawah bawang merah milik warga memang tidak ada pembatas. Jadi dibanding membeli karcis yang hanya Rp 1.500, sebagian pengunjung lebih memilih menerobos lewat belakang.
Salah satu pengunjung yang siang itu memilih lewat belakang adalah Hariyanto, 25, warga Banjarsawah. “Kalau warga sini memang biasanya lewat sini (lewat belakang). Kalau orang lain ya tidak boleh,” kilahnya.
“Sebenarnya kalau bayar itu fasilitas di sini itu dilengkapi. Sekarang ini kalau saya lihat upaya pemerintah untuk mengelola masih kurang bagus. Masih banyak sampah di sini terus mainannya juga sudah tidak ada,” bebernya.
Mengelola wisata Ronggojalu memang gampang-gampang sulit. Pada pertengahan Juli lalu, dua mainan sepeda air bebek di wisata tersebut dirusak oleh orang tak dikenal. “Karena tidak ada pagar pembatasnya, jadi kami tidak tahu siapa yang merusak.
Kami sudah melaporkan perusakan tersebut ke Polsek Tegalsiwalan. Semoga kedepan sudah tidak ada apa-apa lagi,” harap Nur Rokhmat. epala Disbudpar Tutug Edi Utomo mengaku tidak terlalu mempermasalahkan pengunjung yang masuk tanpa karcis.
“Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Muspika setempat. Karena prinsipnya karcis tersebut menjadi PAD (Pendapatan Asli daerah) yang menjadi salah satu sumber APBD untuk pemeliharaan dan peningkatan sarana dan prasarana ODTW (Obyek dan Daya Tarik Wisata),” bebernya.
Endi keponakan2ku sing manggon ndik Sumbertaman, Trewung, Randupangger, Jati dsb, siapa diantara kalian yang belum pernah ke obyek wisata ini, bergegaslah menikmati sambil secara tidak langsung ikut memajukan Kabupaten kita. Setidaknya kalau pak De ke Prob, temani donk kesana.
http://fatchurr.blogdetik.com/2010/10/14/wisata-tirta-roggojalu/
Jaipongan adalah seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Ia terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia dapat mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di kenal dengan nama Jaipongan.
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Awal kemunculan tarian tersebut semula dianggap sebagai gerakan yang erotis dan vulgar, namun semakin lama tari ini semakin popular dan mulai meningkat frekuensi pertunjukkannya baik di media televisi, hajatan, maupun perayaan-perayaan yang disenggelarakan oleh pemerintah atau oleh pihak swasta.Dari tari Jaipong ini mulai lahir beberapa penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kirniadi. Kehadiran tari Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para pencinta seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang di perhatikan. Dengan munculnya tari Jaipongan ini mulai banyak yang membuat kursus-kursus tari Jaipongan, dan banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk pemikat tamu undangan.
Di Subang Jaipongan gaya “Kaleran” memiliki ciri khas yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan. Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Tari Jaipongan pada saat ini bisa disebut sebagai salah satu tarian khas Jawa Barat, terlihat pada acara-acara penting kedatangan tamu-tamu dari Negara asing yang datang ke Jawa Barat, selalu di sambut dengan pertunjukkan tari Jaipongan. Tari Jaipongan ini banyak mempengaruhi pada kesenian-kesenian lainnya yang ada di Jawa Barat, baik pada seni pertunjukkan wayang, degung, fenjring dan lainnya yang bahkan telah dikolaborasikan dengan Dangdut Modern oleh Mr. Nur dan Leni hingga menjadi kesenian Pong-Dut.
http://sahhala.wordpress.com/2009/02/05/tarian-jaipong-seni-tari-asal-jawa-barat/
NAMA: DESY WULANSARI
XI IPA 3
No comments:
Post a Comment